Sabtu, 18 Desember 2010

WikiLeaks: Presiden Sudan Korupsi Rp81 T

Bocoran terbaru WikiLeaks menyebutkan Presiden Sudan telah menggelapkan uang negara sebesar US$9 miliar atau sekitar Rp81,3 triliun. Hal ini dibenarkan oleh jaksa penuntut Mahkamah Kriminal internasional yang mengatakan mempunyai bukti atas korupsi tersebut.

Luis Moreno Ocampo pada penyataannya yang dilansir laman Associated Press, Sabtu, 18 Desember 2010, mengatakan bahwa dia memiliki bukti rekening di luar negeri milik Presiden Sudan Omar al-Bashir yang nilainya miliaran dolar.

“Dari berbagai sumber, kami mendapatkan informasi mengenai kemungkinan rekening milik Presiden Bashir di bank luar negeri,” ujar Ocampo.

Dia tidak memberikan rincian yang jelas mengenai di negara mana Bashir menaruh uangnya, namun dia memastikan bahwa bukan di Inggris seperti yang dikira sebagian besar media.

Ocampo mengatakan bahwa fokus penyidikan yang dilakukannya bukanlah rekening gelap milik Bashir, namun keterlibatan Bashir pada genosida di Darfur. Namun dengan terungkapnya korupsi yang bernilai miliaran, akan membalikkan citra presiden salah satu negara termiskin di dunia ini.

“Alasan utama penangkapan Bashir bukan karena miliaran dolar di rekening rahasianya, namun karena dia masih mengendalikan genosida di Darfur. Pengungkapan korupsi ini akan mengubah opini publik terhadap Bashir,” ujarnya seraya mengatakan bahwa uang tersebut dapat digunakan oleh para korban kekerasan di Darfur.

Uang sebanyak itu diduga diperoleh Bashir dari penjualan kekayaan minyak Sudan. Sudan memiliki banyak cadangan minyak, namun hal itu tidak mengubah perekonomian Sudan yang terkenal sebagai salah satu negara miskin di Afrika.

Pengadilan internasional telah mengeluarkan tiga kali surat penangkapan untuk Bashir atas tuduhan otak dari genosida di Darfur. Bashir yang terpilih kembali sebagai presiden pada awal tahun ini menolak untuk menanggapi surat penangkapan itu dan mengatakan tidak akan menyerahkan diri.

Laporan PBB memperkirakan 300 ribu orang tewas dan 2,7 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka di Darfur sejak pemberontakan oleh etnis Afrika pada 2003. Etnis ini menganggap pemerintahan Sudan yang didominasi oleh etnis Arab diskriminatif dan tidak mempedulikan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar